BAJAWA, FloresFile.com — Menjadi seorang filmmaker atau videografer adalah sebuah seleksi alam, sehingga ini menjadi panggilan dan kemudian terpilih. Hal tersebut disampaikan oleh Rafael Miku Beding, salah satu pendiri Komunitas Film Kupang (KFK), pada kegiatan Coffee Talk “Digital Film Making” yang diinisiasi oleh Yayasan Arnoldus Wea, di Lekosoro Coffee Bajawa, pada Senin (20/02/2023).
Selain sebagai pendiri KFK, Rafael juga pernah aktif sebagai anggota filmmaker Watchdoc Kompas, yang sudah memproduksi berbagai film dokumenter. Dalam kegitan Coffee Talk, Rafael membawa dua materi penting yakni pengenalan film dokumenter dan proses pembuatan film dokumenter.
Dalam materinya, Rafael menjelaskan tiga tahapan penting dalam proses pembuatan film dokumenter. Mulai dari tahapan pra produksi, produksi, hingga post produksi. Tidak hanya menjelaskan berbagai teori film, ia juga menayangkan beberapa film dokumenter hasil karyanya bersama tim.
“Dalam pembuatan film dokumenter karya Watchdoc, ada tiga tahapan penting yang selalu kita pengang, pertama pra produksi, di tahap ini kita melakukan riset dan mendiskusikan tentang apa yang akan diproduksi serta membuat tor sebagai panduan produksi. Lalu tahap produksi, kita melakukan proses produksi yang berpegang pada tor yang dibuat dan terkahir post produksi. Di tahap ini, tim membuat transkrip wawancara kemudian dilanjutkan dengan naskah dan membuat shortlist oleh kameramen,” jelasnya.

Dalam kegiatan tersebut juga dibuka dengan sesi diskusi. Dalam diskusi, Rafael membagikan pengalaman dan tips, di antaranya, tips dalam menulis naskah film dokumenter, pengalaman membuka komunitas film pertama kali, kiat-kiat belajar membuat film yang paling dasar, hingga informasi terkait cara untuk mendapatkan anggaran pembuatan film.
Diskusi diahiri dengan menonton film dokumenter dengan judul Maruah. Maruah merupakan salah satu film dokumenter yang mengangkat isu Human Trafficking dan proses produksi film tersebut tidak menggunakan peralatan mahal, melainkan hanya menggunakan Handphone (HP).

Sementara itu, perwakilan dari AW Foundation, Eko Prasetyo mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan inisiasi dari Yayasan Arnoldus Wea dan sudah beberapa kali dilakukan.
“Untuk kegiatan diskusi sudah kita lakukan beberapa kali dengan berbagai topik yang diangkat. Sementara untuk konsep Coffee Talk, ini baru pertama kali dibuat. Dan rencananya Coffee Talk akan dilakukan setiap bulan sekali dengan beragam topik. Filmmaker adalah topik baru di kalangan muda-mudi Ngada, maka saya rasa ini adalah satu langkah awal positif yang harus terus kita gerakan bersama”, pungkas Eko.
(elche)