Membaca itu membebaskan. Di hadapan buku bacaan, orang bisa berkelana tanpa perlu beranjak. Berbagai ujung dunia dapat ditapak tanpa bersusah payah meninggalkan jejak kaki. “Dengan buku, kau boleh memenjarakanku di mana saja. Karena dengan buku, aku bebas!” kata Bung Hatta pada aparatus Kolonial yang dilawan dan menawannya.
Membaca, oleh karenanya, adalah juga musuh dari Kolonialisme dan berbagai tindak eksploitasi lainnya. Hatta yang dibuang ke Boven Digul, membawa serta 16 peti bukunya. Di sana, bersama Sutan Sjahrir, keduanya justru makin aktif memproduksi aneka tulisan dan mendalami berbagai pemikiran. Kolonial keliru ketika memenjarakan raga mereka.
Soekarno membuat pledoi Indonesia Menggugat yang fenomenal, juga dari balik penjara. Butir-butir Pancasila ditemukannya justru di pengasingan. Demikian pula dengan seorang revolusioner bernama Tan Malaka. Penjara yang terus menghantuinya sepanjang hidup itu, dibukukannya dengan judul Dari Penjara ke Penjara. Membaca dan menulis, telah terbukti sebagai tindakan sederhana yang berimplikasi luar biasa.
Aktivitas membaca dan buku, akhirnya disadari oleh berbagai rezim di masa-masa Post-Kolonial. Tindak pemenjaraan dan pengekangan kebebasan berekspresi bagi para lawan politik ataupun aliran pemikiran memang masih banyak dijumpai. Tapi, seakan ingin belajar dari kesalahan Kolonial di masa lampau, banyak buku yang kemudian (dan masih) dilarang beredar oleh rezim-rezim di ‘zaman modern’. Baik melalui regulasi resmi, tindak persekusi oleh milisi sipil, hingga rendahnya persebaran gerakan semangat membaca.
Zaman makin modern, ilmu pengetahuan dan teknologi terus bergerak maju. Korupsi, kemiskinan, pembodohan dan eksploitasi mestinya telah menjadi suatu hal yang purba. Membaca, juga produksi pengetahuan lewat menulis dan kegiatan kreatif sejenisnya, hendaknya diberi ruang untuk bergerak maju.
Agar ada output berupa pertarungan gagasan dan aneka petunjuk-teknis berbagai proyek perubahan. Dan, agar tak ada yang malah sensitif pada Meme (dan mungkin pada Stand Up Comedy kelak). Seperti para Founding-Parents bangsa ini di masa silam, banyaklah berkelana melalui bacaan dan piknik via tulisan. Sebab membaca itu membebaskan, bukan malah mengkerangkeng pikiran.
-Hancel Goru Dolu-