Warga Desa Repi Bentuk Petani Tanggap Perubahan Iklim

warga-lembor

LABUAN BAJO, FloresFiles.com – Warga desa Repi, kecamatan Lembor Selatan akhirnya bersepakat membentuk kelompok Petani Tanggap Perubahan Iklim (PTPI)
Kegiatan yang menghadirkan 34 petani ini diselengarakan dalam bentuk Lokarya Warung Ilmiah Lapangan (WIL) oleh Yayasan Bina Karta Lestari (Bintari) bersama Tim WIL-Universitas Indonesia dan Perhimpunan Petani Tanggap Perubahan Iklim (PPTPI) Indramayu dan Sumedang di desa itu, Sabtu (16/9) lalu.

Spesialis Ekosistem Program Peka Iklim Yayasan Bintari, Khairi Nurohkim kepada FloresFiles.com, Kamis (21/9) menjelaskan kegiatan ini merupakan bagian dari Implementasi Program PEKA-Iklim oleh Yayasan Bintari atas kerjasama dengan Arbieter Samariter Bund (ASB) Indonesia-Filipina dan Kementerian Dalam Negeri serta dukungan pendanaan dari Kementrian Pembangunan dan Kerjasama Ekonomi Pemerintah Jerman (BMZ). “Ini sebagai salah satu strategi meningkatkan ketahanan masyarakat pesisir berisiko di Nusa Tenggara Timur melalui pengelolaan sumber daya dan mata pencaharian yang berketahanan iklim,”jelasnya

Dikatakan selain petani, kegiatan lokakarya juga dihadiri Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Manggarai Barat, BPP Kecamatan Lembor Selatan, Penyuluh Pertanian, Pemerintah Desa Repi dan Pokja Peka Iklim Desa Repi serta Lembaga Pengembangan Bisnis-Yayasan Dharma Bhakti Astra. Karena itu, dirinya berharap melalui lokakarya WIL, para petani yang juga menyertakan petani disabilitas, petani perempuan, serta petani milenial, diajak untuk memahami kembali fenomena iklim, cuaca dan variabel cuaca, kondisi lahan dan tanaman pertanian, serta keterkaitan antara iklim dan kegiatan pertanian melalui delapan (8) Jasa Layanan Iklim.

Tidak hanya itu, petani diajak untuk menjadi pengamat agrometeorologi dilahan sawah dan kebun masing-masing, dilatih untuk mengukur curah hujan dengan menggunakan alat ukur sederhana yaitu Gogong (omplong) dan juga mencatat perubahan yang terjadi di lahan masing-masing. Semua itu akan dibahas dalam pertemuan evaluasi yang akan dilakukan setiap bulan dengan menyertakan para ahli serta petani berpengalaman atau petani pemandu sebagai upaya meningkatkan kemampuan adaptasi dan mitigasi petani dalam menyikapi fenomena perubahan iklim di sektor pertanian serta dampak yang terjadi guna mendukung ketahanan pangan lokal.

Warga desa Repi, Salestinus Harapan (44) mengaku dalam beberapa tahun terakhir, iklim sulit diprediksi. Hujan yang biasanya terjadi di bulan November kini bergeser ke bulan Desember hingga Maret. Akibatnya, produktivitas lahan pertanian menurun. Hal senada disampaikan oleh Kletus Lontas (64) bahwa sekarang serangan hama dan penyakit semakin sering terjadi dan mengakibatkan gagal panen.

Data yang dihimpun menunjukan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Manggarai Barat tercatat mengalami penurunan sejak 2016 hingga 2020. Padahal pertanian merupakan sektor terbesar yang memberikan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Manggarai Barat sebesar 41,13%.

Desa Repi merupakan salah satu desa yang 85,53% penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan sangat mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang kehidupan masyarakatnya. Luas lahan pertanian dan perkebunan Desa Repi diperkirakan mencapai 130 Ha yang terdiri dari lahan sawah, ladang dan kebun dengan jenis komoditas budidaya padi sawah, padi ladang, jagung, kacang tanah, kemiri, tembakau, jambu mete dan beberapa komoditas lain. Produktivitas lahan sawah pernah mencapai 6 Ton/Ha namun sejak dua tahun terakhir mengalami penurunan produktivitas yang signifikan hingga 50% yang disebabkan oleh cuaca ekstrim dan serangan hama.

Upaya pengembangan dan penguatan sektor pertanian berketahanan iklim menjadi sangat relevan mengingat dampak perubahan iklim terhadap sektor tersebut nyata dan signifikan. Setidaknya ada 85,53% penduduk Desa Repi yang bekerja disektor pertanian yang sumber penghidupannya terancam akibat adanya perubahan iklim dan membutuhkan peningkatan kapasitas agar dapat beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim dengan mengembangkan pertanian yang berketahan iklim.

Nara sumber dalam Lokakarya ini, Prof. Dr. Yunita Triwardani Winarno sekaligus koordinator tim WIL-UI menyampaikan bahwa ilmu atau pengetahuan tradisional kearifan lokal yang dimiliki petani selama ini perlu diperbarui secara terus-menerus karena adanya perubahan kondisi lingkungan dan petani harus mempersiapkan langkah-langkah antisipasinya dengan mengamati dampak perubahan pola hujan terhadap pertumbuhan tanaman. “Peningkatan kapasitas petani dalam mengembangkan dan mewujudkan pengelolaan sektor pertanian yang berketahanan iklim dilakukan melalui replikasi penerapan praktik WIL yang kita kembangkan saat ini,”tandasnya.(pol)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *