Opini  

Tanah Leluhur Bukan Ladang Bor, Jangan Cabik Bumi Flores: Tolak Geothermal di Flores, Selamatkan Warisan Tak Tergantikan Demi Masa Depan yang Adil dan Lestari

Ermelinda Noh Wea

Oleh: Ermelinda Noh Wea*

Flores bukan tanah kosong, ia bukan ruang tak bernyawa yang bisa dibor sesuka hati. Flores juga bukan hanya deretan pegunungan api, bukan pula sekadar ladang energi yang menunggu dikeruk. Flores adalah rumah tempat budaya berakar, tanah adat hidup, dan alam menyatu dengan manusia. Ia adalah tanah leluhur, tempat hidup masyarakat adat yang menjaga hutan, air, dan bebatuan dengan iman dan budaya. Maka, ketika pemerintah pusat kembali memaksakan proyek geotermal di tanah ini, kami tidak melihatnya sebagai kemajuan, kami melihatnya sebagai bentuk baru dari pemaksaan, perampasan, dan pengkhianatan terhadap kehidupan.

Namun kini, pulau yang sarat nilai sejarah dan ekologis ini diancam oleh proyek geotermal yang terus dipaksakan oleh pemerintah pusat. Proyek ini, dengan embel-embel transisi energi bersih, justru menyimpan ancaman kerusakan ekologis, sosial, dan spiritual. Energi hijau yang tak sepenuhnya bersih, energi geotermal sering dijual sebagai solusi ramah lingkungan. Namun berbagai studi menunjukkan bahwa eksploitasi geotermal juga menimbulkan dampak negatif, seperti pencemaran air tanah, pelepasan gas berbahaya (seperti H₂S), risiko longsor, dan bahkan peningkatan aktivitas seismik (Kristmannsdóttir & Ármannsson, 2003). Narasi “energi bersih” dari panas bumi sering didengungkan seolah-olah pembangunan geotermal adalah bentuk penyelamatan bumi. Tapi siapa yang diselamatkan? Dan siapa yang dikorbankan?

Di Indonesia sendiri, beberapa contoh buruk telah terjadi: Kita perlu menengok ke proyek geotermal yang telah berjalan di berbagai daerah. Di Lahendong, Sulawesi Utara, semburan lumpur dan gas dari pengeboran sumur mengakibatkan iritasi kulit, gangguan pernapasan, dan kerusakan lahan pertanian. Lumpur panas yang mencemari kebun dan air bersih menjadi limbah dari ambisi energi yang katanya ramah lingkungan.

Di Kamojang dan Gunung salak Jawa Barat, warga hidup di tengah bau gas menyengat, kebisingan mesin, dan getaran tanah. Tanaman tidak lagi tumbuh subur, air tanah menurun kualitasnya, dan wilayah sakral masyarakat adat dikorbankan demi proyek yang mereka sendiri tidak pernah minta. Hal yang menyakitkan adalah, warga sekitar sumur panas bumi justru tidak mendapatkan listrik. Mereka tetap hidup dalam gelap, dalam diam, di tengah suara mesin dan janji-janji pembangunan yang tak kunjung menyapa. Ini bukan energi yang adil. Ini kolonialisme dalam bentuk baru dilapisi jargon hijau, tetapi tetap menyisakan luka.

Penelitian lebih lanjut oleh DiPippo (2012) juga menegaskan bahwa risiko lingkungan dari eksploitasi geotermal meningkat jika berada di zona tektonik aktif dan Flores adalah salah satu wilayah paling aktif secara geologis di Indonesia. Keunikan Flores: Warisan Geologi, Budaya, dan Ekologi

Flores bukan pulau biasa. Flores adalah pulau vulkanik yang panjang, sempit, dan penuh patahan geologis. Tanahnya labil, air tanahnya terbatas, dan banyak komunitas hidup di lereng-lereng curam yang rawan longsor. Satu pengeboran yang gagal bisa berarti satu dusun kehilangan sumber air bersih. Satu kebocoran gas bisa mengusir ratusan warga yang tak punya tempat berpindah. Selain itu, hampir seluruh wilayah Flores dihuni oleh *masyarakat adat* yang memiliki keterikatan spiritual terhadap tanah dan mata air. Gunung, lembah, dan batu-batu besar bukan sekadar bentang alam, itu bagian dari kosmologi. Pengeboran tanah di wilayah sakral sama dengan mencabik harga diri dan iman komunitas lokal. Dan jangan lupa: Flores adalah gugusan pulau kecil yang sangat rawan terhadap perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut. Proyek geotermal dengan pembabatan hutan, pengeboran dalam, dan alih fungsi lahan akan mempercepat kerusakan bentang alam. Jika sistem ekologis Flores terganggu, bukan hanya tanah yang retak seluruh pulau bisa tenggelam.

Kekhasan ekologis dan sosial Flores, tanah yang tidak bisa disamakan, Pulau Flores menyimpan nilai-nilai luar biasa yang seharusnya dilindungi, bukan dijadikan ladang investasi energi:

1. Kawasan Geopark dan Warisan Geologi

Flores memiliki kekayaan geologi seperti danau tiga warna Kelimutu, kawasan vulkanik aktif Inerie dan Ebulobo, serta situs-situs geologis di Bajawa dan Ende. Ini telah mendapat pengakuan UNESCO sebagai bagian dari pengembangan Geopark Global Network (UNESCO, 2018). Pengeboran geotermal berisiko mengganggu keseimbangan geologis yang rapuh.

2. Tanah Adat dan Budaya Leluhur

Bagi masyarakat Flores, tanah bukan sekadar sumber daya. Ia adalah warisan, roh leluhur, dan identitas (Laksono, 2010). Banyak lokasi proyek geotermal tumpang tindih dengan tanah ulayat masyarakat adat. Negara tidak bisa begitu saja mengambilnya dengan perizinan atas nama pembangunan.

3. Kawasan Seismik Aktif

Flores berada di atas Sesar Flores yang sangat aktif. Sejarah mencatat sejumlah gempa besar, termasuk gempa tsunami 1992 yang menewaskan lebih dari 2.000 jiwa (BMKG, 2020). Mengebor panas bumi di wilayah seperti ini sangat berisiko memicu ketidakstabilan geologis (Zohdy, 2016).

4. Keanekaragaman Hayati dan Ekowisata

Flores memiliki potensi ekowisata kelas dunia, dari Komodo hingga Lembah Bena. Proyek geotermal dapat merusak daya tarik wisata dan keberadaan spesies endemik yang hanya ada di kawasan ini.

Pembangunan untuk Siapa? Pertanyaan mendasarnya adalah: siapa yang diuntungkan dari proyek ini? Sejarah pembangunan di Indonesia sering menunjukkan pola yang sama investor datang, pemerintah memfasilitasi, masyarakat kehilangan tanah, lalu bertahun-tahun kemudian masih hidup dalam kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Mengapa negara bersikukuh memaksakan energi yang belum tentu dinikmati oleh masyarakat setempat? Mengapa pembangunan selalu dimulai dengan pengabaian terhadap suara rakyat? Dan mengapa tanah adat, tempat kesakralan dan kehidupan berakar, justru selalu dianggap paling bisa dikorbankan? Pembangunan yang sering kali diterjemahkan sebagai “eksploitasi” ini tidak pernah menghadirkan kesejahteraan bagi masyarakat lokal yang ada di garis depan kerusakan. Kita harus belajar dari pengalaman buruk proyek serupa di daerah lain dan menyadari bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus memprioritaskan keberlanjutan manusia dan alam, bukan hanya kepentingan sesaat. Flores punya matahari sepanjang tahun yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga surya skala desa. Potensi mikrohidro, biomassa, dan sistem energi komunitas sangat besar. Tapi semuanya itu tidak dilirik karena dianggap tidak menguntungkan bagi investor besar. Dengan kata lain, keputusan mendorong geotermal bukan karena kebutuhan rakyat, tapi karena dorongan pasar. Dan pasar tidak pernah peduli pada tanah adat, spiritualitas lokal, atau keseimbangan ekologi.

Seruan dari Tanah Flores: Hentikan! Kami menyerukan dari lembah-lembah Flores, dari dusun adat, dari kampung yang masih memegang teguh adat dan nilai leluhur hentikan proyek geotermal di Flores sekarang juga. Ini bukan sekadar penolakan atas proyek. Ini adalah pembelaan atas martabat manusia, atas tanah yang hidup, atas warisan budaya dan alam yang tidak bisa dikembalikan jika sudah rusak. Jangan jadikan transisi energi sebagai kedok baru kolonialisme. Jangan paksa Flores jadi korban demi angka-angka dalam laporan pembangunan. Negara harus ingat, bahwa pembangunan sejati bukan sekadar menghasilkan energi. Ia harus menyala dari rasa hormat terhadap rakyat, terhadap tanah, terhadap kehidupan itu sendiri. Dan jika negara benar-benar berpihak pada keberlanjutan, maka keputusan satu-satunya adalah: batalkan proyek geotermal di Flores, selamanya.

Kami menolak proyek geotermal bukan karena kami anti pembangunan. Kami menolak karena kami mencintai tanah ini dan cinta berarti merawat, bukan menjualnya. Pemerintah pusat harus berhenti memperlakukan Flores seperti Pulau Energi yang siap dikeruk. Sebutan itu tidak pernah lahir dari mulut rakyat. Itu lahir dari peta potensi investor. Dan potensi ekonomi yang mengabaikan keberlanjutan sosial dan ekologis adalah jalan cepat menuju kehancuran. Kami menyerukan sekali lagi: “Hentikan proyek geotermal di bumi Flores”. Hentikan sebelum mata air hilang. Sebelum tanah retak. Sebelum pulau tenggelam dan sebelum kepercayaan rakyat benar-benar lenyap. Flores bukan tanah kosong. Ia adalah tubuh dan jiwa kami. Dan kami akan berdiri menjaganya, dengan seluruh keberanian yang kami warisi dari leluhur.

*) Penulis adalah Ketua Pemuda Katolik Nagekeo. Saat ini mengabdi dan menetap di Nagekeo.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *